.quickedit { display:none; }

Kamis, 22 Januari 2015

Hallwylska Museet



The Hallwyl Museum is located at No. 4 Hamngatan in the central Stockholm was built between 1893-98 to designs by Isak Gustaf Clason (1856-1930), the most renowned architect in Sweden at the time. Among his other famous works is Nordiska Museet (The Nordic Museum).



Walther and Wilhelmina von Hallwyl wanted a Stockholm home built to their own specifications; Wilhelmina needed ample space for her steadily growing collections, and for Walther there was to be an office wing from which he could run the family business empire. During the years of construction, Wilhelmina kept a close watch on progress and often visited the building site.

Clason was, however, entrusted to choose a suitable style for the building, and he opted for a combination of Venetian Late Gothic and Early Spanish Renaissance, creating in effect a Mediterranean "palazzo" in the centre of Stockholm. Clason's eclectic approach is also evident in the interior - the main rooms were decorated in a variety of styles.
Unhampered by any budget restrictions the architect was able to use only the best materials and the most skilled craftsmen. The total building cost in 1898 was more than 1.5 million SEK, making Hallwyl House one of the most expensive private residences ever built in Sweden.

The house becomes a museum


Wilhelmina always planned for the house to become a museum, and in 1920 Walther and Wilhelmina von Hallwyl donated their Stockholm mansion together with its contents to the Swedish State. The terms of the bequest stipulate that the house must remain essentially unchanged.
Wilhelminas vision became a reality in 1938 when the Hallwyl Museum was first opened to the public, eight years after her death. The house has been preserved exactly as it was left, and situated among the objets d'art are personal peculiarities including a chunk of the Count's beard and a slice of their wedding cake.
Behind the facade of No 4 Hamngatan the wondrously preserved series of rooms, as originally furnished by Wilhelmina von Hallwyl, stands as a unique testimonial of the lifestyle and décor of the late Victorian period in Sweden.


Hours & admissions

We are open all year round

Opening hours

JanuaryMay 
12 am–16 pm Tuesday–Sunday, 12–19 Wednesday
JuneAugust
10 am–16 pm Tuesday–Sunday
September–December
Tuesday, Thursday–Sunday 12 am–16 pm
Wednesdays 12 am–19 pm
The museum is closed:
1 January, 18 April, 1 May, 20–21 June, 24–26 December, 31 December.

Admission

  • Admission: SEK 90/ IDR 138.500
  • Guided tour of all floors, including admission: SEK 120/ IDR 184.600
  • Children up to 19 years old: Admission free
  • Audio Guide in English and Russion: SEK 20/ IDR 31.000
  • Portable hearing loops with receivers are available free of charge.
Tour charges for parties
SEK 1100/ IDR 1.700.000 during daytime plus entrance SEK 90.
SEK 1900/ IDR 2.922.000 in the evenings (from 17.00) and weekends plus entrance SEK 90

sources:
http://hallwylskamuseet.se/sv



Senin, 05 Januari 2015

Sejarah Jurnalistik di Dunia dan Indonesia

SEJARAH JURNALISTIK DI DUNIA




Awal  mulanya muncul jurnalistik dapat diketahui dari berbagai literatur tentang sejarah jurnalistik senantiasa merujuk pada “Acta Diurna” pada zaman Romawi Kuno masa pemerintahan kaisar Julius Caesar (100-44 SM). “Acta Diurna”, yakni papan pengumuman (sejenis majalah dinding atau papan informasi sekarang), diyakini sebagai produk jurnalistik pertama; pers, media massa, atau surat kabar harian pertama di dunia. Julius Caesar pun disebut sebagai “Bapak Pers Dunia”.Sebenarnya, Caesar hanya meneruskan dan mengembangkan tradisi yang muncul pada permulaan berdirinya kerajaan Romawi. Saat itu, atas peritah Raja Imam Agung, segala kejadian penting dicatat pada “Annals”, yakni papan tulis yang digantungkan di serambi rumah. 

Catatan pada papan tulis itu merupakan pemberitahuan bagi setiap orang yang lewat dan memerlukannya. Saat berkuasa, Julius Caesar memerintahkan agar hasil sidang dan kegiatan para anggota senat setiap hari diumumkan pada “Acta Diurna”. Demikian pula berita tentang kejadian sehari-hari, peraturan-peraturan penting, serta apa yang perlu disampaikan dan diketahui rakyatnya. Papan pengumuman itu ditempelkan atau dipasang di pusat kota yang disebut “Forum Romanum” (Stadion Romawi) untuk diketahui oleh umum. Berita di “Acta Diurna” kemudian disebarluaskan. Saat itulah muncul para “Diurnarii”, yakni orang-orang yang bekerja membuat catatan-catatan tentang hasil rapat senat dari papan “Acta Diurna” itu setiap hari, untuk para tuan tanah dan para hartawan. Dari kata “Acta Diurna” inilah secara harfiah kata jurnalistik berasal yakni kata “Diurnal” dalam Bahasa Latin berarti “harian” atau “setiap hari.” Diadopsi ke dalam bahasa Prancis menjadi “Du Jour” dan bahasa Inggris “Journal” yang berarti “hari”, “catatan harian”, atau “laporan”. Dari kata “Diurnarii” muncul kata “Diurnalis” dan “Journalist” (wartawan).

acta dunia

acta dunia




Dalam sejarah Islam, seperti dikutip Kustadi Suhandang (2004), cikal bakal jurnalistik yang pertama kali di dunia adalah pada zaman Nabi Nuh. Saat banjir besar melanda kaumnya, Nabi Nuh berada di dalam kapal beserta sanak keluarga, para pengikut yang saleh, dan segala macam hewan.

Untuk mengetahui apakah air bah sudah surut, Nabi Nuh mengutus seekor burung dara ke luar kapal untuk memantau keadaan air dan kemungkinan adanya makanan. Sang burung dara hanya melihat daun dan ranting pohon zaitun yang tampak muncul ke permukaan air. Ranting itu pun dipatuk dan dibawanya pulang ke kapal. Nabi Nuh pun berkesimpulan air bah sudah mulai surut. Kabar itu pun disampaikan kepada seluruh penumpang kapal.

Atas dasar fakta tersebut, Nabi Nuh dianggap sebagai pencari berita dan penyiar kabar (wartawan) pertama kali di dunia. Kapal Nabi Nuh pun disebut sebagai kantor berita pertama di dunia.

Sejarah ditemukan nya kertas
  • Mesir
Peradaban Mesir kuno menyumbangkan papirus sebagai media tulis menulis. Penggunaan papirus sebagai media tulis menulis ini digunakan pada peradaban Mesir Kuno pada masa wangsa firaun kemudian menyebar ke seluruh Timur tengah sampai Romawi di Laut tengah dan menyebar ke seantero Eropa, meskipun penggunaan papirus masih dirasakan sangat mahal. Dari kata papirus (papyrus) itulah dikenal sebagai paper dalam bahasa inggris, papier dalam Bahasa Belanda, bahasa jerman, bahasa perancis misalnya atau papel dalam bahasa spanyol yang berarti kertas.

  •  Cina
Selama berabad-abad, kertas menjadi salah satu benda yang tak terpisahkan dari pencatatan sejarah dunia. Namun tahukah Anda siapa yang pertama kali menemukan kertas? Sebelum kertas ditemukan, orang kuno menggunakan beragam material untuk mencatat sesuatu. Orang Mesir kuno menuliskan catatan di batang pohon, di piringan tanah oleh orang Mesopotamia, di kulit domba oleh orang eropa dan yang lainnya. Terinspirasi dari proses penggulungan sutra, orang China kuno berhasil menemukan bahan seperti kertas yang disebut 'bo' yang terbuat dari sutra. Namun produksi bo sangatlah mahal karena kelangkaan bahan. Pada awal abad ke dua, pejabat pengadilan bernama Cai Lun berhasil menemukan kertas jenis baru yang terbuat dari kulit kayu, kain, batang gandum dan yang lainnya. Kertas jenis ini relatif murah, ringan, tipis, tahan lama dan lebih cocok untuk digunakan dengan kuas. Pada awal abad ke tiga, proses pembuatan kertas pertama ini menyebar ke wilayah Korea dan kemudian mencapai Jepang. kertas jenis ini merambah negeri Arab pada masa Dinasti Tang dan mulai menyentuh Eropa pada abad ke 12. Pada abad ke 16, kertas mencapai wilayah Amerika dan secara bertahap menyebar ke seluruh dunia. 


Sejarah Penemuan Mesin Cetak 


Penyebaran informasi tertulis maju sangat pesat sejak mesin cetak ditemukan oleh Johan Guttenberg pada 1450. Johannes Gensfleisch zur Laden zum Gutenberg lahir di kota Mainz sekitar 1398, Jerman, tercatat sebagai seorang penemu mesin cetak pertama kali, putra bungsu dari pedagang kelas atas Friele Gensfleisch zur Laden, dari istri keduanya Else Wyrich. Koran cetakan yang berbentuk seperti sekarang ini muncul pertama kalinya pada 1457 di Nurenberg, Jerman. Salah satu peristiwa besar yang pertama kali diberitakan secara luas di suratkabar adalah pengumuman hasil ekspedisi Christoper Columbus ke Benua Amerika pada 1493. 

Gutenberg juga dipercayai mula bekerja untuk menyiapkan Ensiklopedia Catholicon of Johannes de Janua, setebal 748 muka dengan 2 ruangan setiap muka dan 66 baris setiap satu ruangan. Pada akhir hayatnya dia diterima sebagai pengiring (courtier) kepada uskup besar Mainz.

Selain itu dengan temuan mesin cetak Johann Gutenberg pada pertengahan abad XV menjadi awal terbitnya koran-koran di Eropa di awali dengan mudah nya  proses produksi. Awalnya lembar berita yang terbit tidak teratur dan memuat cuma satu peristiwa, kemudian berevolusi dengan terbit teratur seperti yang dilakukan mingguan Avisa Relation oder Zeitung, sejak 1609 di Strasbourg, jerman. Rupanya awal XVII menjadi abad penting lahirnya banyak koran di Eropa. Tapi, mingguan Frankfurter Journal (1615) yang dikelola Egenolph Emmel di Frankfrut, Jerman, umum dipandang sebagai koran pertama di dunia. Sampai kemudian lahir Leipziger Zeitung (1660) juga di Jerman, yang mula-mula mingguan, kemudian menjadi harian, Inilah koran harian pertama di dunia.



mesin cetak pertama

Pulitzer Award

Penghargaan Pulitzer (bahasa Inggris: Pulitzer Prize) adalah penghargaan yang dianggap tertinggi dalam bidang jurnalistik di Amerika Serikat. Selain sastra, penghargaan ini juga diberikan untuk pencapaian dalam bidang fotografi dan gubahan musik. Hanya laporan yang diterbitkan dan foto-foto hasil karya surat kabar atau organisasi berita harian yang berbasis di Amerika Serikat saja yang berhak menerima penghargaan jurnalistik ini. Penerima penghargaan ini dipilih oleh sebuah badan independen yang secara resmi diatur oleh Columbia University Graduate School of Journalism (Sekolah Jurnalisme Universitas Columbia) di Amerika Serikat. Adalah suatu kehormatan besar jika sebuah surat kabar berhasil memenangkan Penghargaan Pulitzer.

Surat kabar yang tercatat memperoleh Pulitzer terbanyak ialah New York Times, dengan 95 penghargaan hingga tahun 2007 lalu. Penghargaan ini dinamakan sesuai dengan pemrakarsa teknik ‘jurnalisme baru’ untuk surat kabar di Amerika Serikat pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, Joseph Pulitzer. Joseph Pulitzer lahir tanggal 10 April 1847 di Makó, Hungaria. Awalnya ia meniti karier sebagai seorang tentara di Kerajaan Austria. Namun tak lama setelahnya ia diberhentikan karena masalah kesehatan. Pulitzer kemudian beremigrasi ke AS pada 1884 dan menjadi anggota ketentaraan yang berdinas dalam Perang Sipil Amerika (1861-1865).

Pada 1872, Pulitzer membeli surat kabar Post seharga USD 3.000 dan setahun kemudian ia menjual surat kabar itu dengan harga berlipat. Pada 1879, ia membeli surat kabar St. Louis Dispatch dan St. Louis Post yang kemudian digabungkannya menjadi satu dengan nama St. Louis Post-Dispatch yang kemudian diubah namanya lagi menjadi koran St. Louis saja. Di masa inilah, Pulitzer meraih kesuksesan besar dan berhasil mengumpulkan harta kekayaannya.

Tahun 1882, Pulitzer mengakuisisi surat kabar New York World. Setelah dikelolanya, surat kabar yang semula telah mengalami defisit USD 40.000 berubah total dengan meraup untung sejumlah USD 346.000 dalam setahun. Hal ini bisa terjadi karena Pulitzer merombak habis-habisan arah pemberitaan surat kabar tersebut. Pulitzer mengisi New York World dengan sajian-sajian berita human-interest, skandal, gosip dan berita-berita sensasional lainnya di mana pada masa itu gebrakan ini belum dilakukan oleh media-media lain. Di bawah Pulitzer, koran menjadi media jurnalisme investigatif ampuh dan memberi kontribusi terhadap pelayanan publik melalui berbagai kampanye publik.

Tahun 1892, Joseph Pulitzer menawarkan uang sejumlah USD 2 juta ke Universitas Columbia, AS untuk mendirikan sekolah jurnalis pertama. Awalnya, tawaran itu ditolak pihak universitas karena menganggap Pulitzer mungkin punya motif tertentu. Akan tetapi setelah terjadi pergantian pimpinan universitas, barulah tawaran itu mulai dipertimbangkan. Namun pendirian sekolah jurnalisme ini baru benar-benar direalisasikan pada tahun 1912 setelah Pulitzer meninggal dunia. Joseph Pulitzer meninggal tahun 1911 di atas kapal pesiar peristirahatannya yang sedang berlabuh di Charleston, South Carolina. Ia kemudian dimakamkan di Bronx, New York.

SEJARAH JURNALISTIK DI INDONESIA

  • Zaman Penjajahan Belanda 
Perkembangan sejarah Jurnalistik di Indonesia telah dimulai sejak  zaman pemerintahan belanda.pada zaman pemerintahan belanda,dibentuk persatuan jurnalistik yang dikenal dengan nama Pers Kolonial,organisasi ini di bentuk oleh para colonial dan terus berkembang hingga abad ke 20.pada masa itu terbitlah surat-surat kabar yang ditulis guna membela kaum kolonialis.salah satu surat kabar yang beredar saat itu yakni Bataviasche nouvellesd.disamping itu orang-orang keturunan thionghoa juga  menggunakan surat kabar sebagai alat pemersatu keturunan thionghoa yang berada di Indonesia.surat-surat kabar yang terbit pada era kolonial  ini menggunakan bahasa Belanda,Cina dan Jawa.

Di zaman pergerakan surat-surat kabar juga diterbitkan sebagai alat perjuangan seperti.perkembangan di dunia jurnalistik saat itu menjadi pendorong bangsa Indonesia dalam memperbaiki nasib dan kedudukan bangsa.harian  yang terbit pada zaman itu antara lain harian Sedio Tomo yang adalah kelanjutan dari Budi Oetomo di yogjakarta tahun 1920,harian Darmo Kondo di solo,harian utusan india yang terbit di Surabaya dan masih banyak lagi.
  • Zaman Penjajahan Jepang 
Masa penjajahan Jepang. Pers Indonesia mengalami kemajuan dalam hal teknis namun pada masa ini, surat izin penerbitan mulai diberlakukan. Surat-surat kabar yang diterbitkan dalam bahasa  Belanda banyak yang dimusnahkan. Penerbitan surat-surat kabar pun mulai ketat dibawa pengawasan Jepang. Surat-surat kabar yang terbit pada masa ini antara lain  Asia raya(Jakarta), Sinar Baru(Semarang), Suara Asia(Surabaya), Tjahaya(Bandung).

Walaupun pengawasan jepang yang begitu ketat dan mengekang namun ada pelajaran-pelajaran berharga untuk dunia jurnalistik Indonesia. Pengalaman karyawan-karyawan pers di Indonesia bertambah. Rakyat semakin  kritis dalam menanggapi informasi-informasi yang beredar dan meluasnya penggunaan bahasa Indonesia.

Ada pula UU no. 16 yang menunjukkan berlakunya sistem izin terbit dan sensor preventif yang meliputi semua penerbitan. Selain itu masih ada tindakan lain, yakni menempatkan shidooin (penasihat) dalam redaksi yang sebenarnya bertugas melakukan kontrol langsung. Bahkan tidak jarang, mereka juga menulis pada media tersebut.
  • Zaman Kemerdekaan
Namun di era Revolusi(1945-1949) situasipun berubah. Perang perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia dilakukan untuk menentang Belanda masuk lagi ke Indonesia.hal ini berpengaruh pada perkembangan  Jurnalistik Indonesia. Pers terbagi kedalam 2 kelompok yakni pers Nica(Belanda) dan pers Republik (Indonesia). Pada masa ini, pers sering disebut sebagai pers perjuangan. Pers Indonesia menjadi salah satu alat perjuangan untuk kemerdekaan bangsa Indonesia. Beberapa hari setelah teks proklamasi dibacakan Bung Karno, terjadi perebutan kekuasaan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat, termasuk pers.

Organisasi wartawan pertama yakni Persatuan Wartawan Indonesia lahir 9 Februari 1946.

  • Orde Lama
Pembredelan pers banyak terjadi setelah berlakunya SOB (Staat van Oorlog en Beleg/ undang-undang negara dalam keadaan bahaya, 14 Maret 1957).

Beberapa media yang dibreidel pada masa itu adalah: Suara Maluku di Ambon (15 Januari 1958); Suara Andalas di Medan (30 Januari 1958); Keng Po di Jakarta (21 Februari 1958); Tegas di Kutaraja (25 Februari 1958); Bara di Makassar (13 Maret 1958); Pedoman di Jakarta (22 Maret 1958); Kantor berita PIA, Indonesia Raya dan Bintang Minggoe di Jakarta (29 Mei 1958).

Penahanan terhadap wartawan pun banyak terjadi pada masa ini.

Kematian pers Indonesia ditandai dengan pemberlakuan Surat Izin Terbit (SIT) tanggal 1 Oktober 1957 oleh KODAM V Jakarta Raya.

  • Orde Baru
Orde Baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998. Meski pada awal Orde Baru, pers sempat menikmati kebebasanya, namun pada era ini, kebebasan pers sangat terbatas, dan banyak terjadinya pembredelan media massa.

Pada era ini muncul idiom Pers Pancasila yang dirumuskan dengan menggunakan idiom pers yang bebas dan bertanggung jawab.

Dalam pemerintahan Orde Baru  ada tiga macam cara yang digunakan wartawan untuk menghindari peringatan dan atau pembredeilan dari pemrintah, yakni eufimisme, jurnalisme rekaman dan jurnalisme amplop.
Teknik eufeumisme adalah teknik mengungkapkan fakta secara tersirat bukan tersurat. Fakta dalam sebuah berita berbahaya oleh karena itu ditup oleh pers dengan menggunakan ungkapan yang sopan.
Jurnalisme rekaman adalah budaya wartawan untuk menyalin berita-berita setepat-tepatnya dari sumber berita tanpa mengolahnya sehingga membuat sebagian besar karyawan per mals.
Jurnalisme amplop adalah budaya pemberian amplop bagi wartawan oleh sumber berita. Meskipun pemberian ini dikecam dan berusah dihindari namun pada prakteknya tetap saja terjadi.

Zaman Reformasi

Kebebasan jurnalistik berubah secara drastis menjadi kemerdekaan jurnalistik. Terjadi euforia di mana-mana kala itu.
            Secara yuridis, UU Pokok Pers No 21/1982 pun diganti dengan UU Pokok Pers No 40/1999. Dengan undang-undang baru dan pemerintahan baru, siapa pun bisa menerbitkan dan mengelola pers. Siapa pun bisa menjadi wartawan dan masuk organisasi pers mana pun. Hal ini ditegaskan pada Pasal 9 ayat (1) UU Pokok Pers No 40/1999, setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers. Ditegaskan lagi pada ayat (2), setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia.
Kewenangan pers nasional itu sendiri sangat besar. Menurut Pasal 6 Pokok Pers No. 40/1999, pers nasional melaksanakan peranan: 
  1. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui,  
  2. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan, 
  3. mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar,
  4. melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhdap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum, 
  5. dan memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
            Dalam era reformasi, kemerdekaan pers benar-benar dijamin dan diperjuangkan. Semua komponen bangsa memiliki komitmen yang sama: pers harus hidup dan merdeka. Hidup, menurut kaidah manajemen dan perusahaan sebagai lembaga ekonomi. Merdeka, menurut kasidah demokrasi, hak asasi manusia, dan tentu saja supremasi hukum.

Sources:

  


Source: http://www.amronbadriza.com/2012/07/cara-membuat-judul-blog-bergerak.html#ixzz2JwlTpIJJ